Kolaborasi GenBI USU : Konser  Amal GenBI, Ajak Masyarakat Donasi Baju Baru Untuk Anak Yatim

Radif Publisher




Medan. Momentum ramadhan memang kerap dijadikan waktu untuk beramal sebanyak mungkin. Karena jika kita beramal dibulan ramadhan, pahala amalan kita dilipat gandakan oleh Allah SWT. Maka tidak sedikit orang-orang memanfaatkan momen ini dengan cara melakukan kegiatan amal baik berskala besar maupun kecil.

Hal serupa dilakukan oleh GenBI USU dalam lingkup Sumatera Utara dengan dilaksanakannya acara Konser Amal 100 Baju Baru untuk Anak Yatim (25/05). Acara ini dicanangkan berlangsung selama dua hari dimulai pukul 17.00 WIB sampai dengan selesai.

Direncanakan dua minggu yang lalu, acara ini cukup dinilai sukses. Sebab selain dari GenBI komisariat USU, juga turut dibantu oleh GenBI komisariat UINSU dan Unimed.

Jika biasanya GenBI Sumut memberikan bantuan berupa sembako dan donasi uang tunai, lain hal pada tahun ini. Yaitu dengan memberikan baju baru untuk anak yatim menyambut momen Lebaran Idul Fitri. Masyarakat diajak berpartisipasi memberikan donasi berupa uang tunai seikhlas hati yang dikumpulkan melalui dua cara, yaitu donasi offline dan donasi online. Donasi online-nya sendiri yaitu dalam bentuk transfer uang ke rekening panitia yang telah disediakan. Sedangkan untuk offline yaitu donasi secara langsung melalui kotak donasi yang disediakan. Yang mana hasil dari donasi ini nantinya akan digunakan untuk membeli 100 Baju Baru untuk Anak Yatim.

Tujuan dilaksanakannya acara ini adalah sebagai bukti bahwa GenBI dapat berbagi kecerian dan kemeriahan untuk Anak Yatim di Hari Raya Idul Fitri nantinya. Rahman, sebagai ketua panitia yang berasal dari GenBI Komisariat Universitas Sumatera Utara mengatakan sangat antusias untuk melangsungkan kegiatan ini. “Karena lebaran itu kan identik dengan baju baru, nah pengennya sih memberikan kesempatan yang sama kepada anak yatim. Jadi mereka juga bisa berhari raya dengan baju baru,” paparnya.

Acara ini dilaksanakan di Pajak Kedan yang terletak di Komplek MMTC, Pancing dan bekerjasama dengan #ngaLAbuburit sebagai penyedia panggung. Hal ini menjadi kesempatan bagi GenBI untuk mengumpulkan donasi sebanyak-banyaknya. Sebab banyak masyarakat yang melangsungkan buka puasa serta makan malam di Pajak Kedan ini.  Pajak Kedan sendiri adalah food court yang disediakan oleh pemerintah kota Medan di wilayah Pancing untuk wadahnya masyarakat berjualan serta menikmati kuliner di bulan Ramadhan.

Dengan menghadirkan penyanyi hits kota Medan Joseph Tambunan dan  Uje Bara serta sumbangsi suara emas dari anggota  GenBI nya sendiri, acara ini cukup menarik perhatian masyarakat. Terbukti dengan banyaknya masyarakat yang memberikan donasi berupa uang tunai yang dikumpulkan kedalam kotak donasi.

“Acara ini sangat bagus menurut saya, dan selama saya berjualan makanan seafood dibulan-bulan ramadhan sebelumnya, baru kali ini juga ngeliat komunitas anak muda untuk  buat amal 100 baju baru ke Anak Yatim,” ucap Madoni yang merupakan pedagang seafood di Pajak Kedan ini.   

Layaknya dalam sebuah acara, Rahman mengakui kendala yang dialami adalah waktu. Sulitnya menyatukan kesediaan waktu panitia membuat beberapa kendalan dalam persiapan untuk di hari-H.
Baik Rahman maupun Madoni berharap acara ini dapat diadopsi oleh komunitas-komunitas lain. Mengingat dibulan ramadhan adalah bulan yang baik untuk melakukan kebaikan dan juga dapat menumbuhkan rasa kepedulian kita kepada sesama. “Dimana kita tahu bahwa banyak sekali anak yatim yang ada di Kota Medan ini yang membutuhkan perlakuan yang sama dari kita sebagai masyarakat yang memiliki kecukupan. Untuk itu, marilah kita bersatu untuk memberikan sedikit kebahagiaan kepada mereka,” harapan Rahman sebagai penutup.

LANDASAN PSIKOLOGIS PENDIDIKAN

A.      Pengertian Landasan Psikologi Pendidikan

Psikologi berasal dari kata Yunani “psyche” yang artinya jiwa. Logos berarti ilmu pengetahuan. Jadi secara etimologi psikologi berarti : “ilmu yang mempelajari tentang jiwa, baik mengenai gejalanya, prosesnya maupun latar belakangnya”. Namun pengertian antara ilmu jiwa dan psikologi sebenarnya berbeda atau tidak sama (menurut Gerungan dalam Khodijah : 2006) karena :
Ilmu jiwa adalah : ilmu jiwa secara luas termasuk khalayan dan spekulasi tentang jiwa itu.
Ilmu psikologi adalah ilmu pengetahuan mengenai jiwa yang diperoleh secara sistematis  dengan metode-metode ilmiah.

Landasan psikologis pendidikan adalah suatu landasan dalam proses pendidikan yang membahas berbagai informasi tentang kehidupan manusia pada umumnya serta gejala-gejala yang berkaitan dengan aspek pribadi manusia pada setiap tahapan usia perkembangan tertentu untuk mengenali dan menyikapi manusia sesuai dengan tahapan usia perkembangannya yang bertujuan untuk memudahkan proses pendidikan. Kajian psikologi yang erat hubungannya dengan pendidikan adalah yang berkaitan dengan kecerdasan, berpikir, dan belajar (Tirtarahardja, 2005: 106).

Dengan demikian, psikologi adalah satu landasan pokok dari pendidikan. Antara psikologi dengan pendidikan merupakan satu kesatuan yang sangat sulit dipisahkan. Subyek dan obyek pendidikan adalah manusia, sedangkan psikologi menelaah gejala-gejala psikologis  dari manusia. Dengan demikian keduanya menjadi satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Dalam proses dan pelaksanaan kegiatan-kegiatan pendidikan peranan psikologi menjadi sangat mutlak.Analisi psikologi akan membantu para pendidik memahami struktur psikologis anak didik dan kegiatan-kegiatannya, sehingga kita dapat melaksanakan kegiatan-kegiatan pendidikan secara efektif.

  
B.       Bentuk Psikologi Pendidikan

1.      Psikologis Perkembangan

Ada tiga teori atau pendekatan tentang perkembangan. Pendekatan-pendekatan yang dimaksud adalah (Nana Syaodih, 1989).

1)      Pendekatan pentahapan. Perkembangan individu berjalan melalui tahapan-tahapan tertentu. Pada setiap tahap memiliki ciri-ciri khusus yang berbeda dengan ciri-ciri pada tahap-tahap yang lain.
2)  Pendekatan diferensial. Pendekatan ini dipandang individu-individu itu memiliki kesamaan-kesamaan dan perbedaan-perbedaan. Atas dasar ini lalu orang-orang membuat kelompok–kelompok. Anak-anak yang memiliki kesamaan dijadikan satu kelompok. Maka terjadilah kelompok berdasarkan jenis kelamin, kemampuan intelek, bakat, ras, status sosial ekonomi, dan sebagainya.
3)  Pendekatan ipsatif. Pendekatan ini berusaha melihat karakteristik setiap individu, dapat saja disebut sebagai pendekatan individual. Melihat perkembangan seseorang secara individual.

Dari ketiga pendekatan ini, yang paling dilaksanakan adalah pendekatan pentahapan. Pendekatan pentahapan ada 2 macam yaitu bersifat menyeluruh dan yang bersifat khusus. Yang menyeluruh akan mencakup segala aspek perkembangan sebagai faktor yang diperhitungkan dalam menyusun tahap-tahap perkembangan, sedangkan yang bersifat khusus hanya mempertimbang faktor tertentu saja sebagai dasar menyusun tahap-tahap perkembangan anak.

Psikologi perkembangan menurut Rouseau membagi masa perkembangan anak atas empat tahap yaitu :
1)        Masa bayi dari 0 – 2 tahun sebagian besar merupakan perkembangan fisik.
2)        Masa anak dari 2 – 12 tahun yang dinyatakan perkembangannya baru seperti  hidup manusia primitif.
3)        Masa pubertas dari 12 – 15 tahun, ditandai dengan perkembangan pikiran dan kemauan untuk berpetualang.
4)        Masa adolesen dari 15 – 25 tahun, pertumbuhan seksual menonjol, sosial, kata hati, dan moral. Remaja ini sudah mulai belajar berbudaya.


2.      Psikologi Belajar

Menurut Pidarta (2007:206) belajar adalah perubahan perilaku yang relatif permanen sebagai hasil pengalaman (bukan hasil perkembangan, pengaruh obat atau kecelakaan) dan bisa melaksanakannya pada pengetahuan lain serta mampu mengomunikasikannya kepada orang lain.

Secara psikologis, belajar dapat didefinisikan sebagai “suatu usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku secara sadar dari hasil interaksinya dengan lingkungan” (Slameto, 1991:2). Definisi ini menyiratkan dua makna. Pertama, bahwa belajar merupakan suatu usaha untuk mencapai tujuan tertentu yaitu untuk mendapatkan perubahan tingkah laku. Kedua, perubahan tingkah laku yang terjadi harus secara sadar.

Dari pengertian belajar di atas, maka kegiatan dan usaha untuk mencapai perubahan tingkah laku itu dipandang sebagai proses belajar, sedangkan perubahan tingkah laku itu sendiri dipandang  sebagai hasil belajar. Hal ini berarti, belajar pada hakikatnya menyangkut dua hal yaitu  proses belajar dan hasil belajar.

Para ahli psikologi cenderung untuk menggunakan pola-pola  tingkah laku manusia sebagai suatu model yang menjadi prinsip-prinsip belajar. Prinsip-prinsip belajar ini selanjutnya lazim disebut dengan teori belajar.
1)        Teori belajar klasik masih tetap dapat dimanfaatkan, antara lain untuk menghapal perkalian dan melatih soal-soal (disiplin mental). Teori Naturalis bisa dipakai dalam pendidikan luar sekolah terutama pendidikan seumur hidup.
2)        Teori belajar behaviorisme bermanfaat dalam mengembangkan perilaku-perilaku nyata, seperti rajin, mendapat skor tinggi, tidak berkelahi dan sebagainya.
3)        Teori belajar kognisi berguna dalam mempelajari materi-materi yang rumit yang membutuhkan pemahaman, untuk memecahkan masalah dan untuk mengembangkan ide (Pidarta, 2007:218).

3.      Psikologi Sosial

Menurut Hollander (1981) psikologi sosial adalah psikologi yang mempelajari psikologi seseorang di masyarakat, yang mengkombinasikan  ciri-ciri psikologi dengan ilmu sosial untuk mempelajari pengaruh masyarakat terhadap individu dan antar individu (dikutip Pidarta, 2007:219).

Pembentukan kesan pertama terhadap orang lain memilki tiga kunci utama yaitu.
1)        Kepribadian orang itu. Mungkin kita pernah mendengar tentang orang itu sebelumnya atau cerita-cerita yang mirip dengan orang itu, terutama tentang kepribadiannya.
2)        Perilaku orang itu. Ketika melihat perilaku orang itu setelah berhadapan, maka hubungkan dengan cerita-cerita yang pernah didengar.
3)        Latar belakang situasi. Kedua data di atas  kemudian dikaitkan dengan situasi pada waktu itu, maka dari kombinasi ketiga data itu akan keluarlah kesan pertama tentang orang itu.

Dalam dunia pendidikan, kesan pertama yang positif yang dibangkitkan pendidik akan memberikan kemauan dan semangat belajar anak-anak. Motivasi juga merupakan aspek psikologis sosial, sebab tanpa motivasi tertentu seseorang sulit untuk bersosialisasi dalam masyarakat. Sehubungan dengan itu, pendidik punya kewajiban untuk menggali motivasi anak-anak agar muncul, sehingga mereka dengan senang hati belajar di sekolah.

Menurut Klinger (dikutip Pidarta, 2007:222) faktor-faktor yang menentukan motivasi belajar adalah.
1)        Minat dan kebutuhan individu.
2)        Persepsi kesulitan akan tugas-tugas.
3)        Harapan sukses.

C.       Implikasi Psikologi dalam Kegiatan Belajar

1.        Implikasi Psikologi Pendidikan terhadap Pengembangan Kurikulum.

Kajian psikologi pendidikan dalam kaitannya dengan pengembangan kurikulum pendidikan terutama berkenaan dengan pemahaman aspek-aspek perilaku dalam konteks belajar mengajar. Terlepas dari berbagai aliran psikologi yang mewarnai pendidikan, pada intinya kajian psikologis ini memberikan perhatian terhadap bagaimana in put, proses dan out put pendidikan dapat berjalan dengan tidak mengabaikan aspek perilaku dan kepribadian peserta didik.

 Secara psikologis, manusia merupakan individu yang unik. Dengan demikian, kajian psikologis dalam pengembangan kurikulum seyogyanya memperhatikan keunikan yang dimiliki oleh setiap individu, baik ditinjau dari segi tingkat kecerdasan, kemampuan, sikap, motivasi, perasaaan serta karakterisktik-karakteristik individulainnya.

Kurikulum pendidikan seyogyanya mampu menyediakan kesempatan kepada setiap individu untuk dapat berkembang sesuai dengan potensi yang dimilikinya.

2.        Implikasi Psikologi Pendidikan terhadap Sistem Pembelajaran

Kajian psikologi pendidikan telah melahirkan berbagai teori yang mendasari sistem pembelajaran. Selain itu, kajian psikologi pendidikan telah melahirkan pula sejumlah prinsip-prinsip yang melandasi kegiatan pembelajaran Nasution (Daeng Sudirwo,2002) mengetengahkan tiga belas prinsip dalam belajar, yakni :
1)        Agar seorang benar-benar belajar, ia harus mempunyai suatu tujuan
2)        Tujuan itu harus timbul dari atau berhubungan dengan kebutuhan hidupnya dan bukan karena dipaksakan oleh orang lain.
3)        Orang itu harus bersedia mengalami bermacam-macam kesulitan dan berusaha dengan tekun untuk mencapai tujuan yang berharga baginya.
4)        Belajar itu harus terbukti dari perubahan kelakuannya.
5)        Selain tujuan pokok yang hendak dicapai, diperolehnya pula hasil sambilan.
6)        Belajar lebih berhasil dengan jalan berbuat atau melakukan.
7)        Seseorang belajar sebagai keseluruhan, tidak hanya aspek intelektual namun termasuk pula aspek emosional, sosial, etis dan sebagainya.
8)        Seseorang memerlukan bantuan dan bimbingan dari orang lain.
9)        Untuk belajar diperlukan insight. Apa yang dipelajari harus benar-benar dipahami. Belajar bukan sekedar menghafal fakta lepas secara verbalistis.
10)    Disamping mengejar tujuan belajar yang sebenarnya, seseorang sering mengejar tujuan-tujuan lain.
11)    Belajar lebih berhasil, apabila usaha itu memberi sukses yang menyenangkan.
12)    Ulangan dan latihan perlu akan tetapi harus didahului oleh pemahaman.
13)    Belajar hanya mungkin kalau ada kemauan dan hasrat untuk belajar.

3.        Implikasi Psikologi Pendidikan terhadap Sistem Penilaian

Penilaian pendidikan merupakan salah satu aspek penting dalam pendidikan guna memahami seberapa jauh tingkat keberhasilan pendidikan. Melalui kajian psikologis kita dapat memahami perkembangan perilaku apa saja yang diperoleh peserta didik setelah mengikuti kegiatan pendidikan atau pembelajaran tertentu.

Di samping itu, kajian psikologis telah memberikan sumbangan nyata dalam pengukuran potensi-potensi yang dimiliki oleh setiap peserta didik, terutama setelah dikembangkannya berbagai tes psikologis, baik untuk mengukur tingkat kecerdasan, bakat maupun kepribadian individu lainnya. Pemahaman kecerdasan, bakat, minat dan aspek kepribadian lainnya melalui pengukuran psikologis, memiliki arti penting bagi upaya pengembangan proses pendidikan individu yang bersangkutan sehingga pada gilirannya dapat dicapai perkembangan individu yang optimal.

D.      Guna Calon Guru Mempelajari Ilmu Psikologi Pendidikan

Manfaat mempelajari psikologi pendidikan bagi guru dan calon guru dapat dibagi menjadi dua aspek, yaitu:

1.        Untuk Mempelajari Situasi Dalam Proses Pembelajaran

Psikologi pendidikan memberikan banyak kontribusi kepada guru dan calon guru untuk meningkatkan efisiensi proses pembelajaran pada kondisi yang berbeda-beda seperti di bawah ini:
a.       Memahami Perbedaan Individu (Peserta Didik)

Seorang guru harus berhadapan dengan sekelompok siswa di dalam kelas dengan hati-hati, karena karakteristik masing-masing siswa berbeda-beda. Oleh karena itu sangat penting untuk memahami perbedaan karakteristik siswa tersebut pada berbagai tingkat pertumbuhan dan perkembangan guna menciptakan proses pembelajaran yang efektif dan efisien. Psikologi pendidikan dapat membantu guru dan calon guru dalam memahami perbedaan karakteristik siswa tersebut.

a.       Penciptaan Iklim Belajar yang Kondusif di Dalam Kelas

Pemahaman yang baik tentang ruang kelas yang digunakan dalam proses pembelajaran sangat membantu guru untuk menyampaikan materi kepada siswa secara efektif. Iklim pembelajaran yang kondusif harus bisa diciptakan oleh guru sehingga proses belajar mengajar bisa berjalan efektif. Seorang guru harus mengetahui prinsip-prinsip yang tepat dalam proses belajar mengajar, pendekatan yang berbeda dalam mengajar untuk hasil proses belajar mengajar yang lebih baik. Psikologi pendidikan berperan dalam membantu guru agar dapat menciptakan iklim sosio-emosional yang kondusif di dalam kelas, sehingga proses pembelajaran di dalam kelas bisa berjalan efektif.

b.      Pemilihan Strategi dan Metode Pembelajaran

Metode pembelajaran didasarkan pada karakteristik perkembangan siswa. Psikologi pendidikan dapat membantu guru dalam menentukan strategi atau metode pembelajaran yang tepat dan sesuai, dan mampu mengaitkannya dengan karakteristik dan keunikan individu, jenis belajar dan gaya belajar dan tingkat perkembangan yang sedang dialami peserta didik.

c.       Memberikan Bimbingan Kepada Peserta Didik

Seorang guru harus memainkan peran yang berbeda di sekolah, tidak hanya dalam pelaksanaan pembelajaran, tetapi juga berperan sebagai pembimbing bagi peserta didik. Bimbingan adalah jenis bantuan kepada siswa untuk memecahkan masalah yang mereka hadapi. Pengetahuan tentang psikologi pendidikan memungkinkan guru untuk memberikan bimbingan pendidikan dan kejuruan yang diperlukan untuk siswa pada tingkat usia yang berbeda-beda.

d.      Mengevaluasi Hasil Pembelajaran

Guru harus melakukan dua kegiatan penting di dalam kelas seperti mengajar dan mengevaluasi. Kegiatan evaluasi membantu dalam mengukur hasil belajar siswa. Psikologi pendidikan dapat membantu guru dan calon guru dalam mengembangkan evaluasi pembelajaran siswa yang lebih adil, baik dalam teknis evaluasi, pemenuhan prinsip-prinsip evaluasi maupun menentukan hasil-hasil evaluasi.

2.        Untuk Penerapan Prinsip-prinsip Belajar Mengajar

a.       Menetapkan Tujuan Pembelajaran

Tujuan pembelajaran mengacu pada perubahan perilaku yang dialami siswa setelah dilaksanakannya proses pembelajaran. Psikologi pendidikan membantu guru dalam menentukan bentuk perubahan perilaku yang dikehendaki sebagai tujuan pembelajaran.

b.      Penggunaan Media Pembelajaran

Pengetahuan tentang psikologi pendidikan diperlukan guru untuk merencanakan dengan tepat media pembelajaran yang akan digunakan. Misalnya penggunaan media audio-visual, sehingga dapat memberikan gambaran nyata kepada peserta didik.

c.       Penyusunan Jadwal Pelajaran

Jadwal pelajaran harus disusun berdasarkan kondisi psikologi peserta didik. Misalnya mata pelajaran yang dianggap sulit bagi siswa seperti matematika ditempatkan di awal pelajaran, di mana kondisi siswa masih segar dan semangat dalam menerima materi pelajaran.

Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan psikologi pendidikan berperan dalam membantu guru untu merencanakan, mengatur dan mengevaluasi kegiatan belajar mengajar di sekolah.


DAFTAR PUSTAKA

Dalyono, M., Psikologi Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta, 2001.
Iskandar Dr. M.Pd. 2009. Psikologi Pendidikan. Jambi: Gaung Persada (PS) Press
Makmun, Abin Syamsuddin. 2004. Psikologi Kependidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Ningsih, Asri Budi, Belajar dan Pembelajaran, Jakarta: Rineka Cipta, 2005.

  BUDAYA POLITIK INDONESIA
Budaya politik di Indonesia merupakan perwujudan nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat Indonesia yang diyakini sebagai pedoman dalam melaksanakan kegiatan kegiatan polituk kenegaraan. Budaya politik Indonesia selalu berubah mengikuti perkembangan zaman. Tetapi itu hanya terjadi pada daerah perkotaan dan pedesaan yang telah maju, sedangkan pada daerah-daerah terpencil itu tidak terjadi perubahan karena kurangnya pendidikan dan informasi 

Indonesia menjalankan pemerintahan republik presidensial multipartai yang demokratis. Seperti juga di negara-negara demokrasi lainnya, sistem politik di Indonesia didasarkan pada Trias Politika yaitu kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif.

Kekuasaan legislatif dipegang oleh sebuah lembaga bernama Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang terdiri dari dua badan yaitu DPR yang anggota-anggotanya terdiri dari wakil-wakil Partai Politik dan DPD yang anggota-anggotanya mewakili provinsi yang ada di Indonesia. Setiap daerah diwakili oleh 4 orang yang dipilih langsung oleh rakyat di daerahnya masing-masing. MPR dulunya adalah lembaga tertinggi negara. Namun setelah amandemen ke-4 MPR bukanlah lembaga tertinggi lagi. Keanggotaan MPR berubah setelah Amandemen UUD 1945 pada periode 1999-2004. Seluruh anggota MPR adalah anggota DPR, ditambah dengan anggota DPD (Dewan Perwakilan Daerah). Anggota DPR dan DPD dipilih melalui pemilu dan dilantik dalam masa jabatan lima tahun. Anggota MPR saat terdiri dari 560 anggota DPR dan 132 anggota DPD.

Lembaga eksekutif berpusat pada presiden, wakil presiden, dan kabinet. Kabinet di Indonesia adalah Kabinet Presidensial sehingga para menteri bertanggung jawab kepada presiden dan tidak mewakili partai politik yang ada di parlemen.

Lembaga Yudikatif sejak masa reformasi dan adanya amandemen UUD 1945 dijalankan oleh Mahkamah Agung, Komisi Yudisial, dan Mahkamah Konstitusi, termasuk pengaturan administrasi para hakim. Meskipun demikian keberadaan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia tetap dipertahankan.

PERADABAN BUDAYA POLITIK DI INDONESIA

Budaya Politik Indonesia saat ini adalah Campuran dari Parokial, Kaula, dan Partisipan , dari segi budaya Politik Partisipan , Semua ciri- cirinya telah terjadi di Indonesia dan ciri-ciri budaya politik Parokial juga ada yang memenuhi yaitu  seperti berlangsungnya pada masyarakat tradisional dan pada budaya politik kaula ada yang memenuhi seperti warga menyadari sepenuhnya otoritas pemerintah.  

Setelah era reformasi memang orang menyebut Indonesia telah menggunakan budaya Politik partisipan karena telah bebasnya Demokrasi, partisipatifnya masyarakat dan tidak tunduk akan keputusan atau kinerja pemerintah baru . Perlu diketahui ketika era orde baru Demokrasi dikekang. Segala bentuk media dikontrol/diawasi oleh pemerintah lewat Departemen Penerangan supaya tidak mempublikasikan kebobrokan pemerintah.

Peradaban budaya politik di Indonesia terbagi kedalam beberapa zaman

1.      Zaman Penjajahan Belanda

Zaman ini partai-partai politik tidak dapat hidup damai dan tentram.Hal ini disebabkan setiap partai yang menentang akan ditangkap,diasingkan, dipenjarakan atau disingkirkan.Partai-partai yang pernah ada pada zaman belanda diantaranya adalah Indische Partij (1912), National Indische Partij (1919), Indische Social Demokratische Veriniging (ISDV) Tahun 1915, Partai Komunis Indonesia(1920), Partai Serikat Islam (1923), Partai Nasional Indonesia (1927),Permufakatan Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (1927), Partai Serikat Islam Indonesia (1930), Partai Indonesia (1931), Partai Indonesia Raya (1935), Gerakan Rakyat Indonesia (1937), Gabungan Politik Indonesia (1939)

2.      Zaman Penjajahan Jepang

Pada masa awal pendudukan, Jepang menyebarkan propaganda yang menarik. Sikap Jepang pada awalnya menunjukkan kelunakan, misalnya:a) mengizinkan bendera Merah Putih dikibarkan di samping benderaJepang,b) melarang penggunaan bahasa Belanda,c) mengizinkan penggunaan bahasa Indonesia dalam kehidupan sehari-hari, dand) mengizinkan menyanyikan lagu Indonesia Raya. Kebijakan Jepang yang lunak ternyata tidak berjalan lama. Jenderal Imamura mengubah semua kebijakannya. Kegiatan politik dilarang dansemua organisasi politik yang ada dibubarkan. Sebagai gantinya Jepang membentuk organisasi-organisasi baru. Tentunya untuk kepentingan Jepang itu sendiri. Organisasi-organisasi yang didirikan Jepang antara lain Gerakan Tiga A, Putera, dan Jawa Hokokai.

3.      Zaman Orde Lama

Budaya politik yang berkembang pada era ini masih diwarnai dengan sifatprimordialisme. Tokoh politik memperkenalkan gagasan Nasionalisme,Agama, dan Komunisme (Nasakom). Gagasan tersebut menjadi patokan bagi partai-partai yang berkembang pada era Demorasi Terpimpin. Dalam kondisi tersebut tokoh politik dapat memelihara keseimbangan politik.Selain itu, paternalisme juga bahkan dapat hidup lebih subur di kalanganelit-elit politiknya.Pengaturan soal-soal kemasyaraktan lebih cenderung dilakukan secarapaksaan. Hal ini bisa dilihat dari adanya teror mental yang dilakukan kepada kelompok-kelompok atau orang-orang yang kontrarevolusi ataupun kepada aliran-aliran yang tidak setuju dengan nilai-nilaimutlak yang telah ditetapkan oleh penguasa.

Dari masyarakatnya sendiri, besarnya partisipasi berupa tuntutan yangdiajukan kepada pemerintah juga masih melebihi kapasitas sistem yangada. Namun, saluran inputnya dibatasi, yaitu hanya melalui Front Nasional. Input-input yang masuk melalui Front Nasional tersebut menghasilkan output yang berupa output simbolik melalui bentuk rapat-rapat raksasa yang hanya menguntungkan rezim yang sedang berkuasa.Jadi masyarakat berada pada tingkat budaya politik kaula, karena diciptakan atas usaha dari rezim Zaman Orde Lama.

4.      Zaman Orde Baru

Gaya politik yang didasarkan primordialisme pada era Orde Baru sudah mulai ditinggalkan. Sifat birokrasi yang bercirikan patron-klien melahirkan tipe birokrasi patrimonial.Dari penjelasan diatas, mengindikasikan bahwa budaya politik yangberkembang pada era Orde Baru adalah budaya politik subjek. Dimanasemua keputusan dibuat oleh pemerintah, sedangkan rakyat hanya bisatunduk di bawah pemerintahan otoriterianisme Soeharto. Kalaupun adaproses pengambilan keputusan hanya sebagai formalitas karena keputusan kebijakan publik yang hanya diformulasikan dalam lingkaran elit birokrasi dan militer.

5.      Zaman Reformasi

Pada masa ini masyarakat mampu memberikan opininya dan aktif dalam kegiatan politik. Dan juga merupakan suatu bentuk budaya politik yang anggota masyarakatnya sudah memiliki pemahaman yang baik mengenai dimensi penentu budaya politik.Mereka memiliki pengetahuan yang memadai mengenai sistem politik secara umum, tentang peran pemerintah dalam membuat kebijakan beserta penguatan, dan berpartisipasi aktif dalam proses politik yang berlangsung. Masyarakat cenderung di arahkan pada peran pribadi yangaktif dalam semua dimensi di atas, meskipun perasaan dan evaluasi mereka terhadap peran tersebut bisa saja bersifat menerima atau menolak.



DAFTAR PUSTAKA

http://www.indonesia.go.id/in/sekilas-indonesia/politik-dan-pemerintahan di akses pada hari kamis, 20 November 2014 jam 12.30 PM