LANDASAN PSIKOLOGIS PENDIDIKAN
A.
Pengertian Landasan Psikologi
Pendidikan
Psikologi
berasal dari kata Yunani “psyche” yang artinya jiwa. Logos berarti ilmu
pengetahuan. Jadi secara etimologi psikologi berarti : “ilmu yang mempelajari
tentang jiwa, baik mengenai gejalanya, prosesnya maupun latar belakangnya”.
Namun pengertian antara ilmu jiwa dan psikologi sebenarnya berbeda atau tidak
sama (menurut Gerungan dalam Khodijah : 2006) karena :
Ilmu jiwa adalah : ilmu
jiwa secara luas termasuk khalayan dan spekulasi tentang jiwa itu.
Ilmu psikologi adalah ilmu
pengetahuan mengenai jiwa yang diperoleh secara sistematis dengan
metode-metode ilmiah.
Landasan psikologis
pendidikan adalah suatu landasan dalam proses pendidikan yang membahas berbagai
informasi tentang kehidupan manusia pada umumnya serta gejala-gejala yang
berkaitan dengan aspek pribadi manusia pada setiap tahapan usia perkembangan
tertentu untuk mengenali dan menyikapi manusia sesuai dengan tahapan usia
perkembangannya yang bertujuan untuk memudahkan proses pendidikan. Kajian
psikologi yang erat hubungannya dengan pendidikan adalah yang berkaitan dengan
kecerdasan, berpikir, dan belajar (Tirtarahardja, 2005: 106).
Dengan
demikian, psikologi adalah satu landasan pokok dari pendidikan. Antara
psikologi dengan pendidikan merupakan satu kesatuan yang sangat sulit
dipisahkan. Subyek dan obyek pendidikan adalah manusia, sedangkan psikologi
menelaah gejala-gejala psikologis dari manusia. Dengan demikian keduanya
menjadi satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Dalam proses dan pelaksanaan
kegiatan-kegiatan pendidikan peranan psikologi menjadi sangat mutlak.Analisi
psikologi akan membantu para pendidik memahami struktur psikologis anak didik
dan kegiatan-kegiatannya, sehingga kita dapat melaksanakan kegiatan-kegiatan
pendidikan secara efektif.
B. Bentuk Psikologi Pendidikan
1.
Psikologis Perkembangan
Ada tiga teori atau pendekatan
tentang perkembangan. Pendekatan-pendekatan yang dimaksud adalah (Nana Syaodih,
1989).
1) Pendekatan pentahapan. Perkembangan
individu berjalan melalui tahapan-tahapan tertentu. Pada setiap tahap memiliki
ciri-ciri khusus yang berbeda dengan ciri-ciri pada tahap-tahap yang lain.
2) Pendekatan
diferensial.
Pendekatan ini dipandang individu-individu itu memiliki kesamaan-kesamaan dan
perbedaan-perbedaan. Atas dasar ini lalu orang-orang membuat kelompok–kelompok.
Anak-anak yang memiliki kesamaan dijadikan satu kelompok. Maka terjadilah
kelompok berdasarkan jenis kelamin, kemampuan intelek, bakat, ras, status sosial
ekonomi, dan sebagainya.
3) Pendekatan ipsatif. Pendekatan ini
berusaha melihat karakteristik setiap individu, dapat saja disebut sebagai
pendekatan individual. Melihat perkembangan seseorang secara individual.
Dari ketiga pendekatan ini, yang paling dilaksanakan adalah
pendekatan pentahapan. Pendekatan pentahapan ada 2 macam yaitu bersifat
menyeluruh dan yang bersifat khusus. Yang menyeluruh akan mencakup segala aspek
perkembangan sebagai faktor yang diperhitungkan dalam menyusun tahap-tahap
perkembangan, sedangkan yang bersifat khusus hanya mempertimbang faktor
tertentu saja sebagai dasar menyusun tahap-tahap perkembangan anak.
Psikologi perkembangan menurut
Rouseau membagi masa perkembangan anak atas empat tahap yaitu :
1)
Masa bayi dari 0 – 2 tahun sebagian besar merupakan
perkembangan fisik.
2)
Masa anak dari 2 – 12 tahun yang dinyatakan perkembangannya
baru seperti hidup manusia
primitif.
3)
Masa pubertas dari 12 – 15 tahun, ditandai dengan
perkembangan pikiran dan kemauan untuk berpetualang.
4)
Masa adolesen dari 15 – 25 tahun, pertumbuhan seksual
menonjol, sosial, kata hati, dan moral. Remaja ini sudah mulai belajar
berbudaya.
2.
Psikologi
Belajar
Menurut Pidarta (2007:206) belajar adalah perubahan perilaku
yang relatif permanen sebagai hasil pengalaman (bukan hasil perkembangan,
pengaruh obat atau kecelakaan) dan bisa melaksanakannya pada pengetahuan lain
serta mampu mengomunikasikannya kepada orang lain.
Secara psikologis, belajar dapat didefinisikan
sebagai “suatu usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk memperoleh suatu
perubahan tingkah laku secara sadar dari hasil interaksinya dengan lingkungan”
(Slameto, 1991:2). Definisi ini menyiratkan dua makna. Pertama, bahwa belajar
merupakan suatu usaha untuk mencapai tujuan tertentu yaitu untuk mendapatkan
perubahan tingkah laku. Kedua, perubahan tingkah laku yang terjadi harus secara
sadar.
Dari pengertian belajar di atas, maka kegiatan dan
usaha untuk mencapai perubahan tingkah laku itu dipandang sebagai proses
belajar, sedangkan perubahan tingkah laku itu sendiri dipandang
sebagai hasil belajar. Hal ini berarti, belajar pada hakikatnya
menyangkut dua hal yaitu proses belajar dan hasil belajar.
Para ahli psikologi cenderung
untuk menggunakan pola-pola tingkah laku manusia sebagai suatu model yang
menjadi prinsip-prinsip belajar. Prinsip-prinsip belajar ini selanjutnya lazim
disebut dengan teori belajar.
1)
Teori belajar klasik masih tetap dapat
dimanfaatkan, antara lain untuk menghapal perkalian dan melatih soal-soal
(disiplin mental). Teori Naturalis bisa dipakai dalam pendidikan luar sekolah
terutama pendidikan seumur hidup.
2)
Teori belajar
behaviorisme
bermanfaat dalam mengembangkan perilaku-perilaku nyata, seperti rajin, mendapat
skor tinggi, tidak berkelahi dan sebagainya.
3)
Teori belajar kognisi berguna dalam
mempelajari materi-materi yang rumit yang membutuhkan pemahaman, untuk
memecahkan masalah dan untuk mengembangkan ide (Pidarta, 2007:218).
3.
Psikologi
Sosial
Menurut Hollander (1981) psikologi sosial adalah psikologi
yang mempelajari psikologi seseorang di masyarakat, yang mengkombinasikan
ciri-ciri psikologi dengan ilmu sosial untuk mempelajari pengaruh masyarakat
terhadap individu dan antar individu (dikutip Pidarta, 2007:219).
Pembentukan kesan pertama
terhadap orang lain memilki tiga kunci utama yaitu.
1)
Kepribadian orang itu. Mungkin kita pernah mendengar tentang
orang itu sebelumnya atau cerita-cerita yang mirip dengan orang itu, terutama
tentang kepribadiannya.
2)
Perilaku orang itu. Ketika melihat perilaku orang itu setelah
berhadapan, maka hubungkan dengan cerita-cerita yang pernah didengar.
3)
Latar belakang situasi. Kedua data di atas kemudian
dikaitkan dengan situasi pada waktu itu, maka dari kombinasi ketiga data itu
akan keluarlah kesan pertama tentang orang itu.
Dalam dunia pendidikan, kesan
pertama yang positif yang dibangkitkan pendidik akan memberikan kemauan dan
semangat belajar anak-anak. Motivasi juga merupakan aspek psikologis sosial,
sebab tanpa motivasi tertentu seseorang sulit untuk bersosialisasi dalam
masyarakat. Sehubungan dengan itu, pendidik punya kewajiban untuk menggali
motivasi anak-anak agar muncul, sehingga mereka dengan senang hati belajar di
sekolah.
Menurut Klinger (dikutip
Pidarta, 2007:222) faktor-faktor yang menentukan motivasi belajar adalah.
1)
Minat dan kebutuhan individu.
2)
Persepsi kesulitan akan tugas-tugas.
3)
Harapan sukses.
C.
Implikasi Psikologi dalam Kegiatan Belajar
1.
Implikasi Psikologi Pendidikan
terhadap Pengembangan Kurikulum.
Kajian
psikologi pendidikan dalam kaitannya dengan pengembangan kurikulum pendidikan
terutama berkenaan dengan pemahaman aspek-aspek perilaku dalam konteks belajar
mengajar. Terlepas dari berbagai aliran psikologi yang mewarnai pendidikan,
pada intinya kajian psikologis ini memberikan perhatian terhadap bagaimana in
put, proses dan out put pendidikan dapat berjalan dengan tidak mengabaikan
aspek perilaku dan kepribadian peserta didik.
Secara psikologis, manusia merupakan individu
yang unik. Dengan demikian, kajian psikologis dalam pengembangan kurikulum
seyogyanya memperhatikan keunikan yang dimiliki oleh setiap individu, baik
ditinjau dari segi tingkat kecerdasan, kemampuan, sikap, motivasi, perasaaan
serta karakterisktik-karakteristik individulainnya.
Kurikulum
pendidikan seyogyanya mampu menyediakan kesempatan kepada setiap individu untuk
dapat berkembang sesuai dengan potensi yang dimilikinya.
2.
Implikasi Psikologi Pendidikan
terhadap Sistem Pembelajaran
Kajian
psikologi pendidikan telah melahirkan berbagai teori yang mendasari sistem
pembelajaran. Selain itu, kajian psikologi pendidikan telah melahirkan pula
sejumlah prinsip-prinsip yang melandasi kegiatan pembelajaran Nasution (Daeng
Sudirwo,2002) mengetengahkan tiga belas prinsip dalam belajar, yakni :
1)
Agar seorang benar-benar belajar, ia
harus mempunyai suatu tujuan
2)
Tujuan itu harus timbul dari atau
berhubungan dengan kebutuhan hidupnya dan bukan karena dipaksakan oleh orang
lain.
3)
Orang itu harus bersedia mengalami
bermacam-macam kesulitan dan berusaha dengan tekun untuk mencapai tujuan yang
berharga baginya.
4)
Belajar itu harus terbukti dari
perubahan kelakuannya.
5)
Selain tujuan pokok yang hendak
dicapai, diperolehnya pula hasil sambilan.
6)
Belajar lebih berhasil dengan jalan
berbuat atau melakukan.
7)
Seseorang belajar sebagai
keseluruhan, tidak hanya aspek intelektual namun termasuk pula aspek emosional,
sosial, etis dan sebagainya.
8)
Seseorang memerlukan bantuan dan
bimbingan dari orang lain.
9)
Untuk belajar diperlukan insight.
Apa yang dipelajari harus benar-benar dipahami. Belajar bukan sekedar menghafal
fakta lepas secara verbalistis.
10)
Disamping mengejar tujuan belajar
yang sebenarnya, seseorang sering mengejar tujuan-tujuan lain.
11)
Belajar lebih berhasil, apabila
usaha itu memberi sukses yang menyenangkan.
12)
Ulangan dan latihan perlu akan
tetapi harus didahului oleh pemahaman.
13)
Belajar hanya mungkin kalau ada
kemauan dan hasrat untuk belajar.
3.
Implikasi Psikologi Pendidikan
terhadap Sistem Penilaian
Penilaian pendidikan merupakan salah satu aspek
penting dalam pendidikan guna memahami seberapa jauh tingkat keberhasilan
pendidikan. Melalui kajian psikologis kita dapat memahami perkembangan perilaku
apa saja yang diperoleh peserta didik setelah mengikuti kegiatan pendidikan
atau pembelajaran tertentu.
Di samping itu, kajian psikologis telah memberikan
sumbangan nyata dalam pengukuran potensi-potensi yang dimiliki oleh setiap
peserta didik, terutama setelah dikembangkannya berbagai tes psikologis, baik
untuk mengukur tingkat kecerdasan, bakat maupun kepribadian individu lainnya. Pemahaman
kecerdasan, bakat, minat dan aspek kepribadian lainnya melalui pengukuran
psikologis, memiliki arti penting bagi upaya pengembangan proses pendidikan
individu yang bersangkutan sehingga pada gilirannya dapat dicapai perkembangan
individu yang optimal.
D. Guna Calon Guru Mempelajari Ilmu Psikologi Pendidikan
Manfaat
mempelajari psikologi pendidikan bagi guru dan calon guru dapat dibagi menjadi
dua aspek, yaitu:
1.
Untuk
Mempelajari Situasi Dalam Proses Pembelajaran
Psikologi
pendidikan memberikan banyak kontribusi kepada guru dan calon guru untuk
meningkatkan efisiensi proses pembelajaran pada kondisi yang berbeda-beda
seperti di bawah ini:
a. Memahami
Perbedaan Individu (Peserta Didik)
Seorang
guru harus berhadapan dengan sekelompok siswa di dalam kelas dengan hati-hati,
karena karakteristik masing-masing siswa berbeda-beda. Oleh karena itu sangat
penting untuk memahami perbedaan karakteristik siswa tersebut pada berbagai
tingkat pertumbuhan dan perkembangan guna menciptakan proses pembelajaran yang
efektif dan efisien. Psikologi pendidikan dapat membantu guru dan calon guru
dalam memahami perbedaan karakteristik siswa tersebut.
a. Penciptaan
Iklim Belajar yang Kondusif di Dalam Kelas
Pemahaman
yang baik tentang ruang kelas yang digunakan dalam proses pembelajaran sangat
membantu guru untuk menyampaikan materi kepada siswa secara efektif. Iklim
pembelajaran yang kondusif harus bisa diciptakan oleh guru sehingga proses
belajar mengajar bisa berjalan efektif. Seorang guru harus mengetahui
prinsip-prinsip yang tepat dalam proses belajar mengajar, pendekatan yang
berbeda dalam mengajar untuk hasil proses belajar mengajar yang lebih baik.
Psikologi pendidikan berperan dalam membantu guru agar dapat menciptakan iklim
sosio-emosional yang kondusif di dalam kelas, sehingga proses pembelajaran di
dalam kelas bisa berjalan efektif.
b. Pemilihan
Strategi dan Metode Pembelajaran
Metode
pembelajaran didasarkan pada karakteristik perkembangan siswa. Psikologi
pendidikan dapat membantu guru dalam menentukan strategi atau metode
pembelajaran yang tepat dan sesuai, dan mampu mengaitkannya dengan
karakteristik dan keunikan individu, jenis belajar dan gaya belajar dan tingkat
perkembangan yang sedang dialami peserta didik.
c. Memberikan
Bimbingan Kepada Peserta Didik
Seorang
guru harus memainkan peran yang berbeda di sekolah, tidak hanya dalam
pelaksanaan pembelajaran, tetapi juga berperan sebagai pembimbing bagi peserta
didik. Bimbingan adalah jenis bantuan kepada siswa untuk memecahkan masalah
yang mereka hadapi. Pengetahuan tentang psikologi pendidikan memungkinkan guru
untuk memberikan bimbingan pendidikan dan kejuruan yang diperlukan untuk siswa
pada tingkat usia yang berbeda-beda.
d. Mengevaluasi
Hasil Pembelajaran
Guru
harus melakukan dua kegiatan penting di dalam kelas seperti mengajar dan
mengevaluasi. Kegiatan evaluasi membantu dalam mengukur hasil belajar siswa.
Psikologi pendidikan dapat membantu guru dan calon guru dalam mengembangkan
evaluasi pembelajaran siswa yang lebih adil, baik dalam teknis evaluasi,
pemenuhan prinsip-prinsip evaluasi maupun menentukan hasil-hasil evaluasi.
2.
Untuk
Penerapan Prinsip-prinsip Belajar Mengajar
a. Menetapkan
Tujuan Pembelajaran
Tujuan
pembelajaran mengacu pada perubahan perilaku yang dialami siswa setelah
dilaksanakannya proses pembelajaran. Psikologi pendidikan membantu guru dalam
menentukan bentuk perubahan perilaku yang dikehendaki sebagai tujuan
pembelajaran.
b. Penggunaan
Media Pembelajaran
Pengetahuan
tentang psikologi pendidikan diperlukan guru untuk merencanakan dengan tepat
media pembelajaran yang akan digunakan. Misalnya penggunaan media audio-visual,
sehingga dapat memberikan gambaran nyata kepada peserta didik.
c. Penyusunan
Jadwal Pelajaran
Jadwal
pelajaran harus disusun berdasarkan kondisi psikologi peserta didik. Misalnya
mata pelajaran yang dianggap sulit bagi siswa seperti matematika ditempatkan di
awal pelajaran, di mana kondisi siswa masih segar dan semangat dalam menerima
materi pelajaran.
Berdasarkan
uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan psikologi
pendidikan berperan dalam membantu guru untu merencanakan, mengatur dan
mengevaluasi kegiatan belajar mengajar di sekolah.
DAFTAR PUSTAKA
Dalyono, M., Psikologi
Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta, 2001.
Iskandar
Dr. M.Pd. 2009. Psikologi Pendidikan. Jambi: Gaung Persada (PS)
Press
Makmun,
Abin Syamsuddin. 2004. Psikologi Kependidikan. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya
Ningsih, Asri
Budi, Belajar dan Pembelajaran, Jakarta: Rineka Cipta, 2005.
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/02/02/psikologi-pendidikan-dan-guru/. Diakses pada 2 Desember 2014