BUDAYA POLITIK INDONESIA
Budaya
politik di Indonesia merupakan perwujudan nilai-nilai yang dianut oleh
masyarakat Indonesia yang diyakini sebagai pedoman dalam melaksanakan kegiatan
kegiatan polituk kenegaraan. Budaya politik Indonesia selalu berubah mengikuti
perkembangan zaman. Tetapi itu hanya terjadi pada daerah perkotaan dan pedesaan
yang telah maju, sedangkan pada daerah-daerah terpencil itu tidak terjadi
perubahan karena kurangnya pendidikan dan informasi
Indonesia
menjalankan pemerintahan republik presidensial multipartai yang demokratis.
Seperti juga di negara-negara demokrasi lainnya, sistem politik di Indonesia
didasarkan pada Trias Politika yaitu kekuasaan legislatif, eksekutif dan
yudikatif.
Kekuasaan
legislatif dipegang oleh sebuah lembaga bernama Majelis Permusyawaratan Rakyat
(MPR) yang terdiri dari dua badan yaitu DPR yang anggota-anggotanya terdiri
dari wakil-wakil Partai Politik dan DPD yang anggota-anggotanya mewakili
provinsi yang ada di Indonesia. Setiap daerah diwakili oleh 4 orang yang
dipilih langsung oleh rakyat di daerahnya masing-masing. MPR dulunya adalah
lembaga tertinggi negara. Namun setelah amandemen ke-4 MPR bukanlah lembaga
tertinggi lagi. Keanggotaan MPR berubah setelah Amandemen UUD 1945 pada periode
1999-2004. Seluruh anggota MPR adalah anggota DPR, ditambah dengan anggota DPD
(Dewan Perwakilan Daerah). Anggota DPR dan DPD dipilih melalui pemilu dan
dilantik dalam masa jabatan lima tahun. Anggota MPR saat terdiri dari 560 anggota
DPR dan 132 anggota DPD.
Lembaga
eksekutif berpusat pada presiden, wakil presiden, dan kabinet. Kabinet di
Indonesia adalah Kabinet Presidensial sehingga para menteri bertanggung jawab
kepada presiden dan tidak mewakili partai politik yang ada di parlemen.
Lembaga
Yudikatif sejak masa reformasi dan adanya amandemen UUD 1945 dijalankan oleh
Mahkamah Agung, Komisi Yudisial, dan Mahkamah Konstitusi, termasuk pengaturan
administrasi para hakim. Meskipun demikian keberadaan Menteri Hukum dan Hak
Asasi Manusia tetap dipertahankan.
PERADABAN
BUDAYA POLITIK DI INDONESIA
Budaya
Politik Indonesia saat ini adalah Campuran dari Parokial, Kaula, dan Partisipan
, dari segi budaya Politik Partisipan , Semua ciri- cirinya telah terjadi di
Indonesia dan ciri-ciri budaya politik Parokial juga ada yang memenuhi
yaitu seperti berlangsungnya pada
masyarakat tradisional dan pada budaya politik kaula ada yang memenuhi seperti
warga menyadari sepenuhnya otoritas pemerintah.
Setelah
era reformasi memang orang menyebut Indonesia telah menggunakan budaya Politik
partisipan karena telah bebasnya Demokrasi, partisipatifnya masyarakat dan
tidak tunduk akan keputusan atau kinerja pemerintah baru . Perlu diketahui
ketika era orde baru Demokrasi dikekang. Segala bentuk media dikontrol/diawasi
oleh pemerintah lewat Departemen Penerangan supaya tidak mempublikasikan
kebobrokan pemerintah.
Peradaban
budaya politik di Indonesia
terbagi kedalam beberapa zaman
1. Zaman
Penjajahan Belanda
Zaman
ini partai-partai politik tidak dapat hidup damai dan tentram.Hal ini
disebabkan setiap partai yang menentang akan ditangkap,diasingkan, dipenjarakan
atau disingkirkan.Partai-partai yang pernah ada pada zaman belanda diantaranya
adalah Indische
Partij (1912), National Indische Partij (1919), Indische Social Demokratische
Veriniging (ISDV) Tahun 1915, Partai Komunis Indonesia(1920), Partai Serikat
Islam (1923), Partai Nasional Indonesia (1927),Permufakatan Perhimpunan Politik
Kebangsaan Indonesia (1927), Partai
Serikat
Islam Indonesia (1930), Partai Indonesia (1931), Partai Indonesia Raya (1935),
Gerakan Rakyat Indonesia (1937), Gabungan Politik Indonesia (1939)
2. Zaman
Penjajahan Jepang
Pada
masa awal pendudukan, Jepang menyebarkan propaganda yang menarik. Sikap Jepang
pada awalnya menunjukkan kelunakan, misalnya:a) mengizinkan bendera Merah Putih
dikibarkan di samping benderaJepang,b) melarang penggunaan bahasa Belanda,c)
mengizinkan penggunaan bahasa Indonesia dalam kehidupan sehari-hari, dand)
mengizinkan menyanyikan lagu Indonesia Raya. Kebijakan Jepang yang lunak
ternyata tidak berjalan lama. Jenderal Imamura mengubah semua kebijakannya.
Kegiatan politik dilarang dansemua organisasi politik yang ada dibubarkan.
Sebagai gantinya Jepang membentuk
organisasi-organisasi baru. Tentunya untuk kepentingan Jepang itu sendiri.
Organisasi-organisasi yang didirikan Jepang antara lain Gerakan Tiga A, Putera,
dan Jawa Hokokai.
3. Zaman
Orde Lama
Budaya
politik yang berkembang pada era ini masih diwarnai dengan sifatprimordialisme.
Tokoh politik memperkenalkan gagasan Nasionalisme,Agama, dan Komunisme
(Nasakom). Gagasan tersebut menjadi patokan bagi partai-partai yang berkembang
pada era Demorasi Terpimpin. Dalam
kondisi
tersebut tokoh politik dapat memelihara keseimbangan politik.Selain itu,
paternalisme juga bahkan dapat hidup lebih subur di kalanganelit-elit
politiknya.Pengaturan soal-soal kemasyaraktan lebih cenderung dilakukan
secarapaksaan. Hal ini bisa dilihat dari adanya teror mental yang
dilakukan kepada kelompok-kelompok atau orang-orang yang kontrarevolusi ataupun
kepada aliran-aliran yang tidak setuju dengan nilai-nilaimutlak yang telah
ditetapkan oleh penguasa.
Dari
masyarakatnya sendiri, besarnya partisipasi berupa tuntutan yangdiajukan kepada
pemerintah juga masih melebihi kapasitas sistem yangada. Namun, saluran
inputnya dibatasi, yaitu hanya melalui Front Nasional. Input-input
yang masuk melalui Front Nasional tersebut menghasilkan output
yang berupa output simbolik melalui bentuk rapat-rapat raksasa
yang hanya menguntungkan rezim yang sedang berkuasa.Jadi
masyarakat berada pada tingkat budaya politik kaula, karena diciptakan atas usaha
dari rezim Zaman Orde Lama.
4.
Zaman Orde Baru
Gaya
politik yang didasarkan primordialisme pada era Orde Baru sudah mulai ditinggalkan.
Sifat birokrasi yang bercirikan patron-klien melahirkan tipe birokrasi
patrimonial.Dari penjelasan diatas, mengindikasikan bahwa budaya politik
yangberkembang pada era Orde Baru adalah budaya politik subjek. Dimanasemua
keputusan dibuat oleh pemerintah, sedangkan rakyat hanya bisatunduk di bawah
pemerintahan otoriterianisme Soeharto. Kalaupun adaproses pengambilan keputusan
hanya sebagai formalitas karena keputusan kebijakan publik yang hanya
diformulasikan dalam lingkaran
elit
birokrasi dan militer.
5. Zaman
Reformasi
Pada
masa ini masyarakat mampu memberikan opininya dan aktif dalam kegiatan politik. Dan
juga merupakan suatu bentuk budaya politik yang anggota masyarakatnya
sudah memiliki pemahaman yang baik mengenai dimensi penentu budaya
politik.Mereka memiliki pengetahuan yang memadai mengenai sistem politik secara umum, tentang
peran pemerintah dalam membuat kebijakan beserta penguatan, dan berpartisipasi
aktif dalam proses politik yang
berlangsung.
Masyarakat cenderung di arahkan pada peran pribadi yangaktif dalam semua dimensi
di atas, meskipun perasaan dan evaluasi mereka terhadap peran tersebut bisa saja
bersifat menerima atau menolak.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.indonesia.go.id/in/sekilas-indonesia/politik-dan-pemerintahan di akses pada hari kamis, 20 November 2014 jam 12.30
PM
http://pelajaran-lengkap.blogspot.com/2013/09/pengertian-macam-macam-budaya-politik.html di akses pada
hari kamis, 20 November 2014 jam 12.30 PM
http://www.slideshare.net/nisakhairani/ciri-ciri-budaya-politik-yang-berkembang-di-indonesia?related=1 di akses pada
hari kamis, 20 November 2014 jam 12.30 PM
0 komentar:
Post a Comment